Tampilkan postingan dengan label Modul Pendampingan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Modul Pendampingan. Tampilkan semua postingan

28 Mei 2021

Donwload Panduan Pendaftaran Badan Hukum Bumdes dan Bumdes Bersama

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah menerbitkan Panduan Pengajuan Nama dan Pendaftaran Badan Hukum Bumdes dan Bumdes Bersama. 


Donwload Disini Panduan Lengkap 
Panduan Pengajuan Nama dan Pendaftaran Badan Hukum Bumdes dan Bumdes Bersama.

23 Agustus 2020

Arah Tatanan Baru Indonesia dari Desa

Formulasi arah tatanan Indonesia baru dari Desa itu telah termaktub secara ringkas dan padat dalam rumusan visi Indonesia Baru dari Desa yang berbunyi sebagai berikut: 

Buku Arah Tatanan Baru Indonesia dari Desa

“Terselenggaranya politik pemerintah desa yang jujur, terbuka, dan bertanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat yang partisipatif, emansipatif, tenggang rasa, berdaya tahan, mandiri, serta memuliakan kelestarian semesta ciptaan melalui pendayagunaan datakrasi yang ditopang oleh cara kerja pengetahuan dan pengamalan lintas ilmu bagi terwujudnya distribusi sumber daya yang setara untuk kesejahteraan warga dalam bingkai kebhinekaan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.”

Terdapat tiga misi yang diposisikan sebagai cara pencapaian demi terwujudnya visi Indonesia baru dari desa tersebut, yaitu: pertama, menjadikan desa sebagai arena demokrasi politik lokal sebagai wujud kedaulatan politik; kedua, menjadikan desa sebagai arena demokratisasi ekonomi lokal sebagai wujud kedaulatan ekonomi; ketiga, pemberkuasaan melalui aktualisasi pengetahuan warga sebagai wujud kedaulatan data.

Maksud penyusunan dokumen ini adalah untuk memberi panduan bagi pemerintahan desa dalam upaya merevisi atau menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi pandemi Covid-19.

Penyusunan dokumen ini memiliki beberapa tujuan penting sebagai berikut: pertama, pada tataran konseptual: untuk menggali pemikiran-pemikiran dari para akademisi, pemikir, peneliti, praktisi, birokrat, pelaku bisnis, dan media yang selanjutnya diformulasikan menjadi dokumen konseptual hasil olah pikir dan nalar budi; 

kedua, pada tatanan praksis: untuk menghasilkan dokumen rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa) yang akan memberi pola tata kelola pemerintahan dan tata hidup baru warga desa di seluruh Indonesia. 

Secara khusus, dokumen ini memiliki sejumlah manfaat praktis berikut ini: pertama, ketentuan tentang arah tatanan Indonesia baru dari desa; kedua, tersusunnya acuan pembuatan RPJM Desa yang dapat menjadi rujukan pembuatan/revisi RPJMDesa desadesa di Indonesia; ketiga, terumuskannya tata nilai perilaku dan kebudayaan masyarakat desa yang dimulai dengan semangat dan tatanan Indonesia baru. 

Penyajian buku putih ini terpilah ke dalam enam pembabakan berikut: Bab pertama memuat latar belakang, maksud dan tujuan, tentang pentingnya menginisiasi arah tatanan Indonesia baru yang disusun secara partisipatif di tengah kepungan pandemi Covid-19. 

Bab kedua menyajikan paparan evaluasi kebijakan pembangunan desa dan imajinasi warga desa untuk tatanan Indonesia baru tersebut. 

Bab ketiga menyajikan perincian persoalan dan isu-isu strategis yang berkaitan dengan tiga pilar kemandirian desa (politik, ekonomi dan data).

Bab keempat memaparkan hasil rumusan visi besar tatanan Indonesia baru dari desa dan tiga misi kedaulatan yang dijadikan sarana untuk menyasar visi besar tersebut, yaitu: kedaulatan politik dan pemerintahan desa, kedaulatan perekonomian desa, dan kedaulatan data desa. 

Bab kelima memuat perincian arah kebijakan strategis yang terpilah dalam rumusan program dan indikator berdasarkan kerangka tiga pilar utama, yaitu: pilar kedaulatan ekonomi, pilar kedaulatan politik, dan pilar kedaulatan data desa.

Bab keenam memuat rumusan-rumusan kesimpulan dan rekomendasi yang bisa mempertegas berbagai langkah penting bagi terwujudnya arah tatanan Indonesia baru dari Desa tersebut.

Isi Deklarasi Arah Tatanan Baru Indonesia dari Desa. Selengkapnya dapat dibaca disini.

02 Oktober 2019

Panduan Teknis Pengembangan Kapasitas Literasi Desa

Leterasi Desa adalah kapasitas anggota masyarakat desa dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan tindakan pembacaan, perbincangan maupun penulisan tentang desa yang diperoleh dari keterlibatan langsung setiap warga masyarakat Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa, Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Ilustrasi: Silhouette

03 September 2019

Tahapan Pendirian BUMDes yang Sering Tidak Dilakukan di Desa

Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Tahapan Pendirian BUMDes yang Sering Tidak Dilakukan


Pendirian BUMDes disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan potensi desa. Dengan demikian, BUMDes benar-benar dapat menjadi basis dalam pengembangan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat desa. Hal ini sesuai dengan tujuan utama dan prinsip pendirian BUMDes 

Empat Tujuan Utama Pendirian Badan Usaha Milik Desa, sebagai berikut:
  1. Meningkatkan perekonomian desa,
  2. Meningkatkan pendapatan asli desa,
  3. Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan
  4. Menjadi tulang punggung dalam pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di perdesaan.
Lebih daripada itu, BUMDes diharapkan juga mampu berperan sebagai lembaga pelayanan sosial (social institution) bagi seluruh warga desa.

Nah, bagi desa yang sedang merintis pendirian dan mengembangkan Badan Usaha Milik Desa, inilah tahapan-tahap yang harus dilakukan dalam pendirian BUM Desa, yaitu 
  1. Melakukan Kajian Kelayakan Usaha, 
  2. Mempersiapkan Draft AD/ART BUMDes, 
  3. Melakukan musyawarah desa dan menetapkan hasil kesepakatan melalui Peraturan Desa (Perdes), 
  4. Mempersiapkan sarana prasarana operasional BUM Desa.
Selain empat tahapan utama diatas, ada tujuh tahapan lagi yang harus dilakukan dalam pendirian BUMDes.

Tujuh Tahapan Dalam Pendirian BUMDes, sebagai berikut:

1. Mendesain struktur organisasi BUMDes

Struktur organisasi BUM Desa dibuat untuk menggambarkan bidang pekerjaan yang harus tercakup dalam organisasi, serta bentuk hubungan kerja diantara bidang pekerjaan tersebut, baik hubungan instruksi, konsultasi, atau pertanggunganjawaban.


2. Menyusun Deskripsi Tugas atau Job Description

Deskripsi tugas setiap anggota pengelola BUM Desa diperlukan untuk memperjelas peran dan tanggungjawabnya, dengan adanya pembagian tugas dapat menghindari tumpang-tindih dalam menjalankan tugas, serta menentukan kompetensi yang dibutuhkan dari orang-orang yang akan ditempatkan pada jabatan tertentu.


3. Menetapkan sistem koordinasi

Koordinasi adalah aktivitas menyatukan berbagai tujuan yang bersifat parsial keseluruhan) ke dalam satu tujuan umum. Sistem koordinasi yang baik memungkinkan kerja sama antar unit usaha BUM Desa berjalan efektif.

4. Menyusun bentuk dan aturan kerjasama dengan pihak ketiga

Kerja sama BUMDes dengan pihak ketiga, baik menyangkut transaksi jual-beli atau simpan-pinjam, penting untuk diatur dalam perjanjian kerjasama yang jelas dan saling menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga dikerjakan bersama-sama dengan dewan penasehat.


5. Menyusun pedoman kerja

Agar semua pengelola BUM Desa, pemerintah desa, badan kerjasama antar-Desa dan pihak yang berkepentingan memahami aturan kerja organisasi, perlu disusun AD/ART BUMDes yang akan berfungsi sebagai rujukan dalam mengelola BUM Desa.

6. Menyusun desain sistem informasi

BUM Desa merupakan lembaga ekonomi desa dengan skema kerjasama antar-Desa yang bersifat terbuka, sehingga perlu dibuat desain sistem informasi kinerja BUM Desa dan aktivitas lain yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan agar BUM Desa memperoleh dukungan dari banyak pihak.

7. Menyusun rencana usaha BUMDes atau business plan BUMDes

Rencana usaha yang perlu dibuat adalah rencana usaha untuk satu sampai tiga tahun. Hal ini perlu agar para pengelola BUM Desa memiliki pedoman jelas apa yang harus dikerjakan dan dihasilkan dalam waktu tersebut, sehingga kinerjanya dapat terukur. Penyusunan rencana usaha atau business plan BUMDes dilakukan bersama dengan dewan penasehat BUM Desa.


Paska lahirnya UU Desa, semangat pendiriaan BUMDes di perdesaan terus meningkat setiap tahun. Pertanyaannya? Apakah pendiriaan dan pembentukan BUMDes sudah sesuai dengan tahapan-tahapan yang sudah kita uraikan diatas...? 

(Artikel ini hasil bacaan dari Buku Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, jika Anda berminat silahkan donwload di Menu Modul Desa). 

02 Desember 2018

Buku Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Nafas baru pengelolaan desa melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menjamin kemandirian desa. Melalui asas rekognisi dan subsidiaritas, peran desa bergeser dari objek menjadi subjek pembangunan. Melalui kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, desa diharapkan menjadi pelaku aktif dalam pembangunan dengan memperhatikan dan mengapresiasi keunikan serta kebutuhan pada lingkup masing-masing.
Buku Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Desa yang kini tidak lagi menjadi sub pemerintahan kabupaten berubah menjadi pemerintahan masyarakat. Prinsip desentralisasi dan residualitas yang berlaku pada paradigma lama melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, digantikan oleh prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Kedua prinsip ini memberikan mandat sekaligus kewenangan terbatas dan strategis kepada desa untuk mengatur serta mengurus urusan desa itu sendiri.

Membumikan makna desa sebagai subjek paska UU Desa bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Pelbagai ujicoba dilakukan oleh elemen pemerintah dan masyarakat sipil untuk dapat menggerakkan desa agar benar-benar menjadi subjek pembangunan. Berbagai praktik dan pembelajaran telah muncul sebagai bagian dari upaya menggerakkan desa menjadi subjek pembangunan seutuhnya. Idiom subjek tidak bermakna pemerintahan desa semata, melainkan juga bermakna masyarakat. Desa dalam kerangka UU Desa adalah kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat yang terjawantah sebagai masyarakat pemerintahan (self governing community) sekaligus pemerintahan lokal desa (local self government).


Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan perangkat masih kuat bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang partisipasi yang dibuka untuk masyarakat agar dapat berperan dalam pembangunan desa. Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli atas ruang “menjadi subjek” yang sebenarnya telah terbuka luas.

Sebagai upaya untuk mendukung desa sebagai subjek. Buku ini dapat menjadi pegangan bagi pegiat dan elemen di desa. Buku ini merupakan salah satu sekuel dari rangkaian buku yang disusun oleh Tim Infest Yogyakarta. 

Buku Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ini menyajikan pengetahuan tentang Satuan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Pembahasannya menyakut tentang tugas, hak dan kewenangan Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa.

Berikutnya menyajikan pengetahuan tentang Pedoman Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) meliputi tentang Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa, dan Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Selanjutnya menyajika pengetahuan dan pedoman tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Oleh karena itu, buku ini sangat layak untuk dibaca sebagai pedoman dalam rangka memperkuat desa sebagai subjek pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh UU Desa. Berminat buku saku seri UU Desa, silahkan donwload disini Buku Penyelenggraaan Pemerintahan Desa Desa

Sumber: http://digilib-insandesa.blogspot.com/2018/01/download-buku-penyelenggaraan.html

08 Oktober 2018

Donwload Dokumen Pembelajaran Inovasi Desa

Sejak tahun 2015 penyaluran Dana Desa terus mengalami peningkatan. Kenaikan dana desa setiap tahun merupakan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam menjalankan mandat Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dokumen Pembelajaran Program Inovasi Desa

Memasuki empat tahun pelaksanaan UU Desa, perencanaan pembangunan desa lebih banyak terfokus pada kegiatan-kegiatan fisik dan minim kegiatan pemberdayaan ekonomi. Kedepan diharapkan, desa akan lebih kreatif dan inovatif dalam membangun desanya.

Oleh karena itu, Program Inovasi Desa (PID) hadir sebagai upaya untuk mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan dana desa dengan memberikan banyak referensi dan inovasi-inovasi pembangunan desa serta memperkuat peran pendamping dengan banyak referensi dalam proses pendampingan P3MD di desa.

Buku Dokumen Pembelajaran Program Inovasi Desa menjadi referensi bersama bagi pembangunan desa yang lebih kreatif dan inovatif, serta pertukaran pengetahuan atau "knowolege sharing" pada proses perencanaan pembangunan di desa.

Buku pembelajaran tersebut dapat digunakan sebagai rujukan pembangunan dan pertukaran pengetahuan secara nasional dan partisipatif. Sehingga penggunaan dana desa dapat benar-benar memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat desa. 

Dengan adanya buku pembelajaran ini, kiranya desa-desa lebih terdorong dan berkomitmen untuk mereflikasi kegiatan-kegiatan pembangunan desa yang lebih kreatif dan inovatif.


Apa itu Program Inovasi Desa atau PID?

PID merupakan inovasi/kebaruan dalam praktik pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini dipetik dari realitas/hasil kerja Desa-Desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan yang didayagunakan sebagai pengetahuan untuk ditularkan secara meluas. 


Semoga dengan adanya dua dokumen pembelajaran program inovasi desa, menambah pengetahuan kita dalam membangun kemandirian desa.

08 April 2018

Musyawarah Desa Bukan Forum Rahasia

Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa.
Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa.

Demokrasi dapat berjalan dengan baik jika semua warga baik secara langsung ataupun perwakilan dapat menyuarakan aspirasinya, ikut terlibat dan berpartisipasi dalam mempengaruhi dan bahkan mengontrol jalannya penyelenggaraan pemerintahan. 

Untuk itulah Musdes sebagai mekanisme pelembagaan demokrasi desa harus diorientasikan agar mampu memberi akses dan mengakomodasi semua unsur masyarakat, khususnya mereka yang selama ini masuk dalam kategori kelompok rentan.

Siapa saja yang dapat diidentifikasi sebagai kelompok rentan di dalam masyarakat itu? Mereka yang masuk kelompok rentan diantaranya adalah (1) kaum perempuan miskin (2) kaum difabel (3) lansia (4) anak dan sejenisnya.

Musdes harus mampu menghadirkan suara-suara mereka. Kehadiran kelompok rentan dalam Musdes tentu akan memberikan bobot legitimasi yang lebih kuat dan berkualitas terhadap Musdes. Karena, kehadiran mereka dan aspirasi yang disampaikan akan memperdalam rumusan penyelesaikan atas permasalahan yang dihadapi dan menjadi tantangan desa.

Baca: Seperti Apa Pemimpin Desa yang Ideal.

Untuk menghadirkan kelompok rentan dalam musyawarah desa atau musdes memang tidak mudah. Ada sejumlah kendala yang biasanya dihadapi ketika akan melibatkan kelompok rentan dalam proses perencanaan pembangunan maupun dalam tata kelola pemerintahan selama ini. 

Pertama, soal waktu. Sebagian besar waktu yang dimiliki kelompok rentan (terutama yang miskin) biasanya dihabiskan untuk bekerja mencari nafkah. Sehingga sulit bagi mereka untuk meluangkan waktunya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan formal di desa.

Kedua, secara budaya, kelompok rentan biasanya malu untuk tampil di public. “Kekurangan” yang mereka miliki merupakan hambatan tersendiri sehingga mereka ter kadang enggan hadir dalam acara-acara formal yang diselenggarakan pemerintahan desa. 

Ketiga, persoalan struktural. Kelompok rentan ini memang sengaja disingkirkan oleh pemerintah dan kelompok lain yang ada di desa, sehingga mereka tidak memiliki akses untuk bisa terlibat dalam pengambilan keputusan strategis di desa.

Merujuk pada UU Desa, dimana Musdes harus melibatkan seluruh unsur masyarakat desa, maka ketiga persoalan tersebut selayaknya tidak terjadi lagi. Kelompok rentan harus mendapatkan ruang untuk me nyuarakan persoalan dan aspirasinya. Persoalan yang mereka hadapi semestinya bisa dikonversi menjadi persoalan bersama dan ditanggung sebagai beban bersama warga desa.


Panitia penyelenggara Musdes, khususnya BPD harus bekerja keras untuk dapat menghadirkan mereka sebagai peserta Musdes. Untuk itu ada beberapa hal yang penting diperhatikan untuk menjawab 3 tantangan di atas. 

Pertama, secara teknis waktu pelaksanaan Musdes sebisa mungkin tidak bersamaan dengan waktu mencari nafkah yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa. Hal ini terlihat teknis semata, namun pilihan atas waktu bisa berakibat tidak bisanya kelompok rentan mengikuti Musdes.

Kedua, panitia penyelenggara harus mem berikan keyakinan kepada unsur masya- rakat yang masuk kategori kelompok rentan hadir dalam Musdes. Panitia penting memberikan motiviasi, mendorong rasa percaya diri mereka untuk hadir dan mengemukakan pendapatnya dalam forum Musdes. Panitia mesti bisa menyakinkan bahwa Musdes yang diselenggarakan di bawah payung UU Desa sekarang adalah forum yang sangat penting dalam menentukan arah pembangunan desa. 

Yakinkan, usulan dan cerita tentang kehidupan yang selama ini mereka alami akan membuat kualitas Musdes dan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan desa menjadi lebih berbobot. 

Ketiga, panitia tidak boleh menjadikan Musdes sebagai forum yang sifatnya rahasia. Bangunan demokrasi yang didorong melalui Musdes adalah forum dialog, diskusi, dan bincang-bincang yang melibatkan seluruh unsur masyarakat desa. Karena kelompok rentan adalah salah satu unsur di masyarakat yang selama ini memiliki hambatan dalam mengakses program pembangunan di desa, sudah selayaknya panitia memprioritaskan mereka untuk hadir dan bisa menyuarakan aspirasinya dalam Musdes.

Pendek kata, dalam melibatkan kelompok rentan dalam Musdes panitia tidak bisa hanya melakukan hal-hal yang sudah biasa atau hal-hal yang sifatnya konvensional. Perlu ada terobosan-terobosan serta inovasi agar kelompok rentan mendapatkan akses untuk ikur serta dalam Musdes.

Demikian artikel tentang Musyawarah Desa Bukan Forum Rahasia. Diolah dari Buku Saku Pelembagaan Demokrasi Melalui Musyawarah Desa. Donwload disini. Semoga bermanfaat.