05 Januari 2017

Desa dan Harga Pangan

Desa merupakan tempat produksi pangan. Namun, pangan justru berkontribusi besar atau menjadi sumber kemiskinan di perdesaan.
Beras adalah bahan pangan yang memberikan andil terbesar, yaitu 25,35 persen.
Petani Padi/Image: Ist
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, batas garis kemiskinan di perdesaan pada September 2016 sebesar Rp 350.420 per kapita per bulan. Dalam waktu setahun atau sejak September 2015, garis kemiskinan di perdesaan naik 5,2 persen. Bahan makanan masih berkontribusi terbesar terhadap garis kemiskinan di perdesaan, yaitu 77,08 persen. Adapun di kota, kontribusinya 69,84 persen.

Beras adalah bahan pangan yang memberikan andil terbesar, yaitu 25,35 persen. Hal ini diikuti bahan makanan lain yang juga dihasilkan di desa, seperti daging sapi (3,47 persen), gula pasir (3,01 persen), telur ayam ras (2,76 persen), daging ayam ras (2,19 persen), dan bawang merah (2,10 persen).

Hal itu tidak terlepas dari kenaikan harga pangan pokok yang selalu terjadi setiap tahun. Tidak ada perbaikan pendapatan masyarakat desa, terutama petani, secara signifikan. Saat petani hanya menikmati keuntungan 2 persen dari penjualan gabah kering panen, pedagang bisa meraup keuntungan hingga 10 persen dari hasil penjualan beras.

Atau ketika petani tebu bisa melelang harga gula pasir Rp 9.500-Rp 11.000 per kilogram tahun ini, petani harus membeli kembali gulanya seharga Rp 13.500-Rp 14.000 per kg. Semakin tinggi harga pangan, semakin banyak biaya yang dikeluarkan masyarakat ekonomi bawah untuk pangan.

Dari tahun ke tahun, pola konsumsi masyarakat kian meningkat. Rata-rata pengeluaran per kapita selama sebulan, menurut kelompok barang, pada 2015 sudah Rp 954.430. Dari jumlah tersebut, pengeluaran untuk makanan sekitar 49,91 persen atau Rp 478.062. Itu pun berdasarkan penghitungan komponen makanan secara normal atau tanpa memperhitungkan kenaikan harga.

Pengeluaran untuk beras meningkat dari Rp 55.216 per kapita per bulan pada 2013 menjadi Rp 64.759 per kapita per bulan pada 2015. Adapun pengeluaran untuk daging meningkat cukup signifikan, dari Rp 13.322 per kapita per bulan pada 2013 menjadi Rp 21.157 per kapita per bulan pada 2015.

Tahun ini, stabilitas stok dan harga pangan masih menjadi tantangan pemerintah. Faktor yang memengaruhi adalah penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) seiring dengan kenaikan harga minyak dunia.

Di sisi lain, pemerintah mulai mengurangi subsidi listrik 900 VA secara bertahap bagi masyarakat yang dianggap mampu. Kedua hal ini akan berdampak pada kenaikan harga pangan yang mudah bergejolak.

Ada cara yang bisa dilakukan, yakni dengan penyediaan stok pangan yang harganya mudah bergejolak itu. Pemerintah bisa bekerja sama dengan asosiasi-asosiasi pedagang dan distributor.

Dengan demikian, pemerintah bisa membeli bahan pangan itu dari distributor saat harga pangan bergejolak. Hal lain yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan lumbung pangan. Harapannya, stok dan harga pangan terjaga. (Sumber: Kompas)

Artikel Berdesa Lainnya

Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!

Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon